LiBi – Laju nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (11/1) pagi hingga siang, bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp 13.860 dibandingkan posisi sebelumnya di level Rp 13.852 per dolar AS. Secara umum, mata uang rupiah masih tertekan walaupun masih bertahan di bawah level Rp 14 ribu per dolar AS. Peluang depresiasi rupiah lebih lanjut cukup terbuka, terutama akibat faktor eksternal.
Faktor eksternal seperti gejolak pasar saham Tiongkok akibat laju pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan masih melambat serta membaiknya data Amerika Serikat (AS) akan menjadi ancaman utama terhadap mata uang rupiah. Tercatat, tenaga kerja nonpertanian AS naik menjadi 292.000, melebihi ekspektasi pasar. Di sisi lain, harapan pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) pada Rapat Dewan Gubernur pekan ini juga diperkirakan terhambat karena faktor eksternal itu.
Harapan pemangkasan BI rate telah tumbuh semenjak inflasi Desember 2015 cukup rendah. Bank Indonesia sempat menyatakan bahwa ada ruang untuk pelonggaran moneter. Namun, faktor eksternal dapat membatasi aksi BI. Sentimen dari cadangan devisa Indonesia periode Desember 2015 yang naik dapat menambah kepercayaan investor uang di dalam negeri sehingga menahan pelemahan rupiah lebih dalam.
Dalam data Bank Indonesia (BI) tercatat, disebutkan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia di akhir Desember 2015 tercatat sebesar USD 105,9 miliar, meningkat signifikan dari posisi akhir November 2015 sebesar USD 100,2 miliar. Sentimen data cadangan devisa Indonesia yang naik itu menandakan kestabilan ekonomi domestik. Diharapkan situasi itu dimanfaatkan pelaku pasar untuk mengkumulasi aset berisiko. Di sisi lain, laju inflasi 2016 yang diproyeksikan masih terjaga juga diharapkan menjaga laju mata uang rupiah. (bzn/lb)