CBM Menjadi Unconventional Energi Yang Prospektif di Indonesia

Lintas Bisnis.com Jakarta – Dewan Energi Nasional (DEN) mengakui, akan terus menginovasi cadangan batubara Indonesia, dan secara bertahap mengurangi eksploitasi. Kendatipun peluang pasar masih terbuka, tapi kegiatan penambangan batubara harus dibarengi dengan value addition (penciptaan nilai tambah).

“Kami sangat optimis dengan CBM (coalbed methane) sebagai unconventional energy ke depan,” Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi DEN, Ediar Usman mengatakan kepada Redaksi, Senin (16/9/2019).

CBM adalah gas metana yang terkandung dalam lapisan batubara. CBM terbentuk secara alamiah melalui proses pembatubaraan (coalification). Pada lingkungan geologi yang mendukung, gas metan dalam batubara dapat terakumulasi dalam jumlah yang signifikan sehingga bernilai ekonomis untuk ditambang.

“Kita punya cadangan batubara di Sumatera dan Kalimantan, tapi belum menciptakan nilai tambah secara maksimal. Perusahaan pertambangan belum mengeksplorasi secara maksimal juga. Sekarang ini, kita butuh success story. Setelah ada perusahaan yang berhasil, CBM pasti dimanfaatkan sebagai bisnis unconventional energy yang prospektif,” tegas Ediar.

Keunggulan lain CBM dibandingkan dengan batubara adalah sifatnya yang lebih ramah lingkungan. Produksi CBM tidak memerlukan pembukaan area yang luas seperti tambang batubara. Pembakaran CBM juga tidak menghasilkan toksin, serta tidak mengeluarkan abu dan hanya melepaskan sedikit CO2 per unit energi dibandingkan dengan batubara, minyak, ataupun kayu.

“Rancangan teknis eksplorasi CBM di provinsi Jincheng China yang sudah berhasil. Mereka punya pengalaman panjang (eksplorasi CBM) dengan hasil yang sangat bagus untuk ketahanan energy. Kami juga terus menjajaki kerjasama dengan Jincheng baik berupa investasi di Indonesia ataupun technology transfer. Cekungan batubara di Kutai (Kalimantan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Sumatera Selatan hanya soal teknis, bisa dibahas dengan mudah. Yang penting, cadangan batubara ada. Teknologi seperti yang diterapkan di Jincheng bisa menjawab kondisi (kegiatan eksplorasi dan eksploitasi) di lapangan,” tegas Ediar.

Sementara itu, Deputy Mayor Jincheng, Zhang Lifeng mengatakan, bahwa kemungkinan investasi di Indonesia tetap ada. Tetapi mereka masih perlu studi dengan hitung-hitungan peluang investasi. Sebagai perbandingan, produksi Jincheng mencapai 10 ribu MMSCFD per hari untuk CBM.

“Pengeboran tahap pertama, 200 sampai 1 juta MMSCFD. Itu dasar hitungannya,” kata Zhang Lifeng beberapa hari yang lalu pada saat pertemuan di Gedung DEN Jakarta (22/8).

Pengeboran pada tahap awal bisa saja diproyeksikan sampai 200 – 1 juta MMSCFD per hari. Tapi untuk selanjutnya, kapasitas berkurang. “Di China, kami bisa menghasikan beberapa ratus ribu RMB dari CBM. Pemerintah provinsi tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat China untuk eksplorasi CBM. Kalau untuk skala kecil, (peran) pemerintah provinsi sudah cukup. Kalau skala usahanya besar, harus ada koordinasi dengan pemerintah pusat,” tegas Zhang Lifeng.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *