Revisi Peraturan Label Pangan, Ada Apa dengan BPOM?

LINTAS BISNIS – Badan Obat dan Makanan (BPOM) terkesan diskriminatif dengan “memaksakan” rencana mengubah aturan label pangan air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan Polikarbonat (PC). Hal itu terungkap dari pernyataan beberapa sumber yang ikut dalam kegiatan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang digelar secara tertutup di Grand Sahid Jaya Hotel, Senin (29/11).

Beberapa sumber dari lembaga yang diundang dalam kegiatan itu mempertanyakan sikap BPOM tersebut. “Kenapa hanya satu produk saja yang dibidik, kenapa tidak mengevaluasi semua produk. Kalau dalam peraturan itu, seharusnya bukan hanya produk berbahan PC saja yang dilabeli tapi semua produk lainnya juga,” kata salah satu sumber yang ditemui wartawan usai pertemuan itu.

Seperti diketahui, dalam pedoman implementasi Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, disebutkan bahan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan terdiri atas Zat Kontak Pangan dan Bahan Kontak Pangan. Zat Kontak Pangan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan diizinkan dengan ketentuan persyaratan batas migrasi dan tanpa persyaratan batas migrasi. “Jika produk berbahan PC diwajibkan untuk diberikan label bebas BPA karena terkait zat kontak pangan, mestinya semua yang ada zat kontaknya harus juga diwajibkan label bebas dari zat kontaknya,” ucap sumber lainnya.

Beberapa yang wajib dilakukan label bebas dari zat kontaknya itu tidak hanya kemasan berbahan PC saja, tapi juga produk melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg) dari kemasan plastik, kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat. “Itu semua kan mengandung zat kontak yang berbahaya juga bagi kesehatan, tapi kenapa tidak wajib label bebas dari zat kontaknya. Ini kan aneh namanya,” ucap sumber lainnya lagi.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar), Kementerin, Edy Sutopo, usai pertemuan itu menyebutkan Kemenperin harus berhati-hati dalam menyikapi revisi Peraturan BPOM soal label pangan olahan ini. Hal itu karena yang terdampak akan banyak sekali. “Ini kan menyangkut image produk yang terkait dengan iklim investasi dan nilai usaha. Ini yang membuat kami harus berhati-hati,” katanya.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, mengatakan PERBPOM 31/2018 itu mengatur pelabelan untuk semua jenis pangan olahan. Menurutnya, salah satu aspek yang diwajibkan dalam label adalah kandungan di dalam produk pangan olahan yang sengaja ditambahkan berupa bahan baku, BTP (Bahan Tambahan Pangan), dan bahan penolong. “Peraturan ini tidak mengatur kewajiban pelabelan terhadap bahan yang tidak sengaja terkandung dalam produk yaitu berupa cemaran. Jadi, akan tidak berdasar apabila BPOM memaksakan mengatur kewajiban pelabelan cemaran khusus pada AMDK galon guna ulang saja,” ucapnya.

Saat hal itu dikonfirmasi kepada Deputi Bidang Pengawasan Olahan BPOM Rita Endang, ia sama sekali tidak menjawab. Bersama seorang konsultan PR dari luar yang sengaja direkrut BPOM bernama Fetty Azizah, yang selalu ikut dalam setiap pertemuan yang dilakukan BPOM, Rita kabur dari para wartawan. Bahkan para wartawan sengaja dihadangi sekuriti hotel saat ingin mewawancarainya. Sebelumnya, seorang yang memperkenalkan dirinya sebagai koordinator di Hotel ini juga sempat “mengusir” wartawan atas permintaan BPOM yang mengetakan merasa risi dengan keberadaan wartawan.

Sebelumnya, sikap BPOM sangat jelas tentang keamanan kemasan PC dan beberapa statement dari Deputi III BPOM dan situs resmi BPOM menyebutkan keamanan kemasan air dari PC karena paparan BPA yang jauh dibawah limit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *