Home / News / ISMN, Instrumen Penting untuk Melindungi Karya Musik Indonesia

ISMN, Instrumen Penting untuk Melindungi Karya Musik Indonesia

LINTAS BISNIS – Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Suharyanto, menegaskan bahwa International Standard Music Number (ISMN) merupakan instrumen penting dalam melestarikan dan melindungi karya musik bernotasi di Indonesia.

Hal itu disampaikannya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terpumpun bertema “Urgensi ISMN dalam Pengelolaan Karya Musik” yang digelar di Gedung Perpusnas, Salemba Raya, Jakarta, pada Senin (22/9/2025).

“ISMN bukan sekadar nomor, tetapi identitas resmi yang menjamin karya musik mendapat pengakuan, perlindungan hukum, sekaligus terjaga kelestariannya. Melalui forum ini, kami berharap lahir strategi konkret agar ISMN benar-benar menjadi kebutuhan para pencipta, penerbit, dan insan musik,” ujar Suharyanto.

ISMN adalah sistem penomoran internasional untuk karya musik bernotasi seperti partitur atau buku lagu. Fungsi utamanya mirip dengan ISBN untuk buku dan ISSN untuk terbitan berseri yaitu mempermudah pendataan, distribusi, katalogisasi, serta memperkuat hak cipta. Sejak 2002, Perpusnas menjadi koordinator nasional layanan ISMN, namun perkembangannya relatif stagnan.

Dalam kurun 23 tahun, baru 239 pencipta dan penerbit musik yang memanfaatkannya. Sejumlah narasumber memberikan masukan untuk memperkuat implementasi ISMN. Praktisi musik Soleh Solihun menilai sosialisasi ISMN masih lemah, khususnya ke generasi muda dan label rekaman.

“Meski tidak terkait langsung dengan royalti, ISMN penting sebagai dokumentasi lintas generasi. Perpusnas RI juga sebaiknya tidak hanya menggandeng Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), tetapi langsung bekerja sama dengan perusahaan rekaman agar industri musik lebih terlibat,” katanya.

Ronny Loppies dari Ambon Music Office menekankan pentingnya menjadikan ISMN sebagai syarat dalam pendaftaran hak cipta di DJKI.

“Dengan begitu, pencipta terdorong untuk mendaftarkan karyanya. Cantuman ISMN pada partitur juga memberi kebanggaan karena terdata dalam sistem internasional,” ujarnya.

Dari kalangan akademisi, Joko Widodo dari Institut Kesenian Jakarta menyoroti perlunya penyederhanaan proses pendaftaran ISMN dan mendorong adanya penomoran khusus bagi karya musik daerah.

“Workshop di kampus seni dan lembaga pendidikan bisa menjadi cara efektif mengenalkan ISMN kepada generasi baru,” ungkapnya.

Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan, Supriyanto, menegaskan ISMN adalah instrumen vital untuk memperkuat pengakuan hukum atas karya musik.

“Kami ingin agar ISMN dipandang bukan hanya sebagai nomor administratif, tetapi sebagai bagian dari strategi pelestarian budaya bangsa,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Humas, Sri Marganingsih, menyebut ISMN sebagai aset kebudayaan yang perlu terus dipromosikan. “Perpusnas akan memperluas jejaring dengan label musik, komunitas, dan perguruan tinggi agar ISMN benar-benar dimanfaatkan, sehingga karya musik Indonesia bisa terlindungi sekaligus mendunia,” tegasnya.

Diskusi yang berlangsung interaktif ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis. Sony W. Utomo dari Yayasan Musik Gereja menekankan pentingnya penyediaan fasilitas konversi notasi secara gratis, mengingat banyak pencipta lagu kini tidak lagi menguasai not balok. Menurutnya, “fasilitas konversi akan mendorong pencipta untuk segera mendaftarkan karya, karena hambatan teknis bisa diatasi.”

Karel Martinus Siahaya dari Sekolah Tinggi Agama Kristen Teruna Bhakti menambahkan bahwa sosialisasi ISMN perlu diperluas hingga daerah melalui sinergi dengan perguruan tinggi, sekolah musik, dan komunitas lokal. Ia mendorong Perpusnas untuk membentuk duta ISMN di daerah yang bisa menjadi jembatan edukasi sekaligus motor penggerak pendaftaran karya.

Sementara itu, Krissantyo Adinda dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, menekankan perlunya pendekatan edukasi dibanding kewajiban formal. “Hak cipta bersifat deklaratif, sehingga tidak bisa dipaksakan. Namun karya yang sudah tercatat ISMN bisa menjadi data dukung kuat saat diajukan ke DJKI. Dengan begitu, sinergi Perpusnas dan DJKI bisa dibangun dalam bentuk edukasi dan sosialisasi bersama,” jelasnya.

Pustakawan Ahli Utama Perpusnas, Ofy Sofiana, menegaskan bahwa ISMN sebaiknya difokuskan pada pelestarian karya musik, bukan semata pada nilai ekonomis.

“ISMN adalah instrumen penting untuk menjaga agar karya musik tetap utuh dan terdokumentasi dengan baik di Perpustakaan Nasional. Sosialisasi harus terus digencarkan, terutama ke guru dan dosen musik di lembaga pendidikan, agar kesadaran ini tumbuh sejak dini,” ujarnya.

Secara umum, FGD merekomendasikan perlunya sinergi antara Perpusnas dan DJKI melalui perjanjian kerja sama agar ISMN dapat terintegrasi langsung dengan proses pendaftaran hak cipta. Selain itu, Perpusnas diharapkan menyediakan fasilitas konversi lagu ke dalam bentuk notasi musik untuk memudahkan para pencipta dalam mendaftarkan karya mereka.

Rekomendasi lain yang mengemuka adalah pembentukan duta ISMN di daerah sebagai ujung tombak sosialisasi sekaligus jembatan bagi komunitas musik lokal. Upaya sosialisasi juga dinilai perlu diperluas ke label rekaman, lembaga pendidikan, dan komunitas seni agar ISMN lebih dikenal luas. Tak kalah penting, proses pendaftaran ISMN diharapkan dapat disederhanakan sehingga lebih ramah dan mudah diakses oleh para pencipta musik.

Dengan langkah-langkah tersebut, Perpusnas berharap ISMN dapat benar-benar membumi di Indonesia, melestarikan khazanah musik Nusantara, sekaligus mengangkat karya anak bangsa ke panggung internasional.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *