Rupiah Melemah, Dolar Perkasa dan Kembali ke Level Rp 15.300

LINTAS BISNIS – Ditengah meningkatnya ketidakpastian global serta arus dana keluar dari Indonesia Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,26% terhadap dolar AS di angka Rp15.320/US$ pada perdagangan hari ini, Senin (21/8/2023). Rupiah kembali menyentuh level Rp15.300/US$ dan berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan Jumat lalu yang berada di angka Rp15.280/US$.

Ketidakpastian global meningkat setelah rilis data risalah Federal Open Market Committee (FOMC) AS pekan lalu serta kasus Evergrande di China.

Risalah FOMC mengisyaratkan adanya potensi bahwa AS akan bersikap hawkish untuk mengatasi naiknya inflasi AS masih ada. Imbasnya terlihat pada imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun sempat mendekati level tertingginya sejak 2007 pada Kamis lalu ke level 4,30%. Pada hari ini terlihat imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun tercatat di angka 4,28%.
Indeks dolar AS juga menguat tajam ke 103,33 yang menjadi posisi tertingginya sejak Juni 2023.

Penguatan dolar ini menandai investor tengah memburu dolar dan melepas investor dari negara lain, seperti rupiah.

Kamis pekan ini, Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming akan diadakan selama tiga hari. Para pejabat Bank Sentral AS (The Fed), termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, para gubernur bank sentral, menteri keuangan, ekonom, dan akademisi dari seluruh dunia berkumpul untuk membahas masalah ekonomi yang paling mendesak saat ini.

Simposium tahun ini berjudul “Pergeseran Struktural dalam Ekonomi Dunia” dan kemungkinan akan fokus pada bagaimana bank sentral, setelah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, dapat menjauhkan ekonomi dari resesi.

Jerome Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole. Dalam pidatonya, yang ditetapkan pada pukul 10:05 waktu AS atau 21.05 WIB, Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.

Beralih ke dalam negeri, pada Selasa (22/8/2023), Bank Indonesia (BI) akan merilis laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2023 yang juga memuat data transaksi berjalan.

Sebagai catatan, NPI mencatat surplus US$ 6,5 miliar sementara transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,0 miliar atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2023.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu, BI memperkirakan NPI yang positif diprakirakan berlanjut, didukung transaksi berjalan yang diprakirakan terjaga sehat dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB pada 2023.

Pergerakan transaksi berjalan dan NPI akan sangat berdampak kepada nilai tukar rupiah. Pasalnya, NPI akan mencerminkan seberapa besar kekuatan ekspor serta arus modal asing yang masuk. Hal itu akan menentukan besaran pasokan dolar serta cadangan devisa yang akan memperkuat rupiah.

Pada Kamis (24/8/2023) akan ada dua data penting, yakni indeks harga properti dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, termasuk suku bunga acuan. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada rapat yang akan digelar pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023).

Selain hal tersebut, tekanan terhadap rupiah pun datang dari data transaksi 14 – 16 Agustus 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp6,79 triliun terdiri dari jual neto Rp3,65 triliun di pasar Surat Berutang Negara (SBN) dan jual neto Rp3,14 triliun di pasar saham.

Hal ini merepresentasikan bahwa SBN dan saham mulai kurang diminati asing dan akhirnya tren capital outflow dari pekan sebelumnya berlanjut. Menurut data transaksi 7 – 10 Agustus 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp14,59 triliun terdiri dari beli neto Rp1,45 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp16,04 triliun di pasar saham.