LINTAS BISNIS – Indonesia memiliki satu agenda nasional penting yang sedang dipersiapkan yakni generasi emas. Untuk mampu mewujudkannya di seluruh Indonesia, termasuk Papua, diperlukan kolaborasi yang terjalin apik dari semua lapisan masyarakat guna menanamkan aktivitas membaca dan menulis menjadi kebiasaan dan budaya.
Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Provinsi Papua Elsye Rumbekwan mengatakan aktivitas membaca dapat menambah pengetahuan, melatih fokus dan konsentrasi, serta meningkatkan kinerja otak hingga mengurangi stres.
“Itulah pentingnya membaca, bukan hanya sekadar hiburan, namun juga merupakan latihan kognitif yang penuh manfaat. Saat mata merajut huruf menjadi kata dan kalimat, otak kita merespons dengan memusatkan perhatian. Inilah momen di mana fokus dan konsentrasi bekerja secara sinergis,” ucapnya saat memberikan sambutan mewakili Pj. Gubernur Papua dalam Bincang-Bincang Duta Baca Indonesia (DBI) di Provinsi Papua dengan tema Gerakan Indonesia Membaca: Membaca Itu Sehat, Menulis Itu, yang diselenggarakan secara hibrida, pada Kamis (29/2/2024).
Dalam acara yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) tersebut, DBI Gol A Gong menjelaskan kebiasaan membaca dia peroleh berkat orang tuanya. Dari kebiasaan inilah, dia mendapatkan berkah tersendiri. Dia mengisahkan, sejak kelas 4 SD, harus merelakan tangannya diamputasi dan menerima penilaian dari orang-orang bahwa hidupnya akan suram.
“Bapak dan ibu menempa saya dengan tiga kegiatan rutin harian yakni berlari, membaca, dan mendengarkan dongeng. Hadiah dari ketekunan saya, kebiasaan membaca yang tadinya hanya hobi membawa saya ke sebuah profesi yang menyenangkan yaitu wartawan, saya juga menulis 125 buku. Jadi, buku membuat saya berdaya,” kisahnya.
Sementara itu, Duta Baca Provinsi Papua Michael J. Yarisetouw membenarkan keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kebiasaan membaca anak.
“Ketika terpilih menjadi Duta Baca, saya membuat gerakan Waktu Membaca keluarga. Karena dulu waktu saya kecil, saya tidak punya buku tapi mama saya tulis Doa Bapa Kami besar-besar untuk saya belajar. Dari situ, jadi sebelum saya masuk SD, saya sudah tahu membaca. Bapak saya pun demikian, beliau ini mengharuskan saya setiap pagi membaca satu pasal Alkitab yang selanjutnya wajib saya jelaskan setelah doa bersama,” kenangnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan literasi bukan hanya tentang baca dan tulis, namun bagaimana kemampuan seseorang dalam mengakses dan memahami informasi yang didengar dan dibaca. Kemudian, hasilnya dituliskan dan dapat berguna bagi masyarakat luas, serta bermanfaat untuk keberlangsungan hidupnya sendiri.
Penulis, Jose Alvan Ohei sependapat dengan slogan DBI yaitu Membaca Itu Sehat, Menulis Itu Hebat. Menurutnya, ke depan di Papua masih belum banyak penulis baru. Hal ini disebabkan, aktivitas menulis merupakan sebuah panggilan jiwa dan karena belum terbangun kebiasaan membaca, maka permasalahan dasarnya masih harus dibenahi.
“Karena tidak biasa membaca maka anak-anak Papua akan susah untuk beralih ke tangga selanjutnya guna menuangkan apa yang ada di pikirannya ke dalam bentuk tulisan. Namun bukan berarti mustahil, melainkan butuh waktu panjang untuk melahirkan penulis yang banyak, apalagi jika tidak didukung oleh pemerintah. Menulis adalah hilir dari hulunya membaca,” jelasnya.
Pegiat Literasi Provinsi Papua Hanny Felle menjelaskan perempuan berperan sebagai penentu untuk generasi masa depan Papua. Menurutnya, perempuan adalah ujung tombak untuk menggerakkan literasi.
“Saya menjadi pegiat literasi dimulai dari tiga buku, hingga akhirnya sampai saat ini saya mampu membuka sekitar 25 perpustakaan di Kabupaten Jayapura. Kita harus menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukan ini tidak digaji, tapi kita kerja dari apa yang ada pada kita dan melayani dengan hati,” pungkas peraih penghargaan Nugra Jasa Darma Pustaloka Kategori Masyarakat Tahun 2023 dari Perpusnas ini.