LiBi Jakarta – PT Pertamina International Eksplorasi dan Produksi (PIEP) hingga Kuartal III 2016 mencatatkan produksi sebanyak 122,6 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD) atau naik tipis dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat 113,6 ribu BOEPD.
Dirut anak usaha Pertamina di sektor eksplorasi dan eksploitasi migas di luar negeri tersebut, Slamet Ryadi di Jakarta, Minggu (16//10/2016), mengatakan sepanjang periode Januari-September 2016 PIEP mencatatkan produksi minyak sebesar 86,7 barel per hari (BOPD) dan gas 207 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Tingkat produksi ini naik tipis dibandingkan periode Januari-September 2015 yang tercatat 78,4 ribu BOPD untuk minyak dan 204 MMSCFD gas.
“Peningkatan produksi ini ditopang oleh kenaikan rata-rata dari Project Phase 4 Development di Aljazair sebesar 2.500 BOPD, water injection di Irak yang meningkat sekitar 4.000 BOPD, serta injeksi gas dan water di ladang migas Malaysia meningkat sekitar 3.000 BOEPD,” ujar Slamet.
Sesuai prognosa, produksi PIEP rata-rata selama 2016 ditargetkan sebesar 123 ribu BOEPD, terdiri atas minyak 87 ribu BOEPD dan gas 215 MMSCFD. Slamet pun akan menjaga level produksi untuk tetap sesuai target hingga akhir tahun.
“Kami akan berupaya keras untuk menjaga tingkat produksi sehingga akhir tahun produksi PIEP masih terjaga di sekitar 120 ribu BOEPD,” ujarnya.
PIEP memproyeksikan produksi mencapai 700 BOEPD hingga 2025, baik dari blok migas yang ada saat ini, yaitu di Irak, Malaysia, dan Aljazair maupun dari penambahan aset baru.
Tahun lalu, dari target induk usaha sebesar 93 ribu BOEPD, PIEP berhasil merealisasikan produksi sebesar 113 ribu BOEPD. Dari produksi tersebut, sebanyak 39 ribu BOPD diperoleh dari Aljazair, ladang minyak Irak berkontribusi 36 ribu BOPD, dan dari blok migas di Malaysia menyumbang sebesar 38 ribu BOPD.
Pada 2025, total produksi blok migas yang ada di tiga negara tersebut akan bertambah menjadi 250 ribu barel. Lapangan West Qurna 1 Irak, akan mengalami produksi puncak pada 2022 sebesar 1,6 juta barel. Dengan partisipasi sebesar 10 persen, bagian dari Pertamina sebesar 160 ribu barel.
Kemudian blok migas di Malaysia dan Aljazair, masing-masing akan memberikan kontribusi sebesar 45 ribu barel sehingga total produksi pada 2025, sebesar 250 ribu barel. Sisanya sebesar 350 ribu barel, diharapkan dari aset baru.
“Pilihan ekspansi ke blok migas luar negeri yang dilakukan Pertamina merupakan sebuah keharusan. Pada 2025 nanti, kebutuhan minyak Indonesia mencapai dua juta barel. Dari jumlah tersebut, Indonesia harus mengimpor 1,5 juta barel,” ujar Slamet.
Pengamat migas Ibrahim Hasyim mengatakan saat ini tidak perlu ada keraguan lagi tentang kemampuan Pertamina di hulu maupun hilir migas.
Bila di hilir Pertamina terbukti dengan kemampuan penyediaan dan pendistribisian migas di seluruh Tanah Air, di hulu produksi Pertamina dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat di tengah penurunan produksi dari badan usaha migas lainnya, termasuk yang skala internasional.
“PIEP pun terlihat secara bertahap menunjukkan perbaikan kinerja dengan berani masuk lebih dalam di usaha kegiatan migas di luar negeri. Ini tampak dari adanya pergeseran kegiatan yang semula hanya fokus akuisisi saham dari lapangan yang sudah berproduksi, kini mulai merambah ke kegiatan mencari dan memproduksi minyak di lapangan-lapangan yang prospektif,” ujarnya.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto mengatakan saat ini adalah momentum yang tepat bagi Pertamina untuk ekspansi di luar negeri karena harga minyak yang masih rendah. Bila ada kesempatan untuk mengakuisisi ladang-ladang minyak di luar negeri, hal itu harus dilakukan oleh Pertamina.
Menurut dia, produksi migas Pertamina di luar negeri bisa mendorong peningkatan lifting minyak nasional sehingga dapat mengurangi impor dari negara lain. Saat ini, menurut Dito, adalah momentum yang tepat bagi Pertamina untuk mengekstraksi lapangan-lapangan yang cadangannya besar di luar negeri karena lapangan migas di dalam negeri saat ini mulai terkuras. (ant/lb)